Thursday 29 January 2009




ACEH DAN POTENSI PARIWISATA:
Paradigma Baru Pengembangan Ekonomi Daerah Sektor Non Migas
By: Rahmadhani, M.Bus

1. Penilaian Potensi dan Hambatan
Secara umum Aceh memiliki potensi pariwisata yang sangat menarik yang didukung beragam kekayaan sumber daya alam dan seni budaya daerah. Letak yang sangat strategis yang berada pada kawasan Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur pelayaran internasional seharusnya menjadikan Aceh peluang pengembangan wisata unggulan internasional di kawasan barat Indonesia. Aceh memiliki sekitar 527 buah objek wisata yang telah terdata dan telah dikembangkan, namun masih memerlukan penataan dan pengembangan lebih lanjut. Objek wisata tersebut terdiri dari 288 objek wisata alam, 165 objek wisata budaya dan 74 objek wisata minat khusus.

Beberapa permasalahan utama muncul dan telah berdampak negatif pada keberhasilan pengembangan pariwisata Aceh. Konflik yang terjadi selama hampir 30 tahun, lemahnya kebijakan Pemerintah terhadap pengembangan pariwisata Aceh sebagai sektor unggulan ekonomi daerah, sekaligus masih tingginya ketergantungan PAD pada sektor MIGAS (namun, tanpa disadari kontribusi penerimaan dari sektor MIGAS semakin berkurang karena cadangan MIGAS semakin menurun) dan masih lemahnya kesadaran masyarakat dan pihak swasta terhadap pengembangan potensi industri pariwisata, telah menjadi gambaran suram dan fenomena ketidakberhasilan industri pariwisata di Aceh.

Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh pasca gempa dan tsunami tanggal 26 Desember 2004 dan lahirnya Nota Kesepahaman Perdamaian antara Pemerintah RI dan GAM tanggal 15 Agustus 2005 telah menjadi momen penting dan strategis dalam rangka mendukung percepatan Pembangunan Aceh Kembali (Aceh’s Redevelopment) pasca konflik dan bencana. Lahirnya UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh sebagai konsequensi lahirnya Nota Kesepahaman Perdamaian antara Pemerintah RI dan GAM menjadi era baru menuju kehidupan masyarakat Aceh yang lebih baik dan bermartabat sesuai dengan Visi Pembangunan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Aceh 2007-2012 yaitu “Terwujudnya perubahan yang fundamental pada segala sektor kehidupan masyarakat dan Pemerintahan Aceh, sehingga pada tahun 2012 Aceh akan tumbuh menjadi negeri makmur yang berkeadilan”.

Dalam Nota Kesepahaman disebutkan bahwa ”.... Aceh dapat melakukan perdagangan dan investasi secara internal dan internasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dapat menarik wisatawan asing dan memberikan izin yang terkait dengan investasi dalam bentuk penanaman modal asing, ekspor dan impor dengan memperhatikan norma, standar dan prosedur yang berlaku secara nasional...” Pernyataan tersebut mengandung makna yang sangat strategis dalam upaya pengembangan pariwisata Aceh ke depan. Isu yang berkembang selama ini menyatakan bahwa pariwisata Aceh akan sulit berkembang karena kurangnya dukungan dari masyarakat. Namun sebaliknya, pernyataan di atas menguat tabir bahwa GAM yang merupakan bagian dari masyarakat Aceh telah menyatakan pandangan yang positif terhadap prospek pengembangan pariwasata Aceh ke depan sebagai upaya mendukung percepatan ekonomi Aceh.

Komitmen GAM untuk menjadikan pariwisata sebagai salah satu sasaran pembangunan Aceh mungkin didasari pada pengalaman, pandangan dan pengetahuan mereka di luar negeri. Beberapa negara Islam seperti Turki, Mesir, Uni Emirat Arab, Maladewa, Malaysia dan beberapa negara Islam lainnya telah mengembangkan pariwisata sebagai sektor andalan dan ternyata keberhasilan yang diperoleh sangat signifikan dan industri pariwisata mereka telah mampu menjadi salah satu penghasil devisa terbesar di negara-negara tersebut.

Selama Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh telah dibangun berbagai sarana dan fasilitas pendukung pariwisata yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Aceh antara lain:
a. 20 hotel bintang, 25 Hotel dan homestay dengan total 1.910 kamar dan kapasitas 3.820 Orang
b. 414 rumah makan/restoran dengan total meja 2.861 dan kapasitas sekitar 14.227 orang.

Aceh pasca bencana mulai dikenal oleh berbagai negara luar. Dari jumlah wisatawan yang berkunjung ke Aceh, dari segi tingkat hunian hotel telah terjadi peningkatan tajam yang disebabkan oleh banyaknya relawan atau pekerja sosial nasional maupun internasional yang membantu rehabilitasi pasca tsunami.

2. Pengembangan Pariwisata Aceh berdasarkan Analisa SWOT (Strength Weakness, Opportunity and Challenge

Kekuatan (Strength):
1. Proses Rehablitasi dan Rekonstruksi Aceh pasca konflik dan bencana,
2. Memiliki objek dan daya tarik yang beragam.
3. Akses yang sangat baik ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, India, Cina dan sebagainya
4. Terbangunnya kelengkapan akomodasi, seperti hotel, restoran, angkutan wisata, souvenir, money changer, travel biro, pramuwisata
5. Masyarakat yang ramah dan terbuka
6. Aneka ragam tarian dan kesenian
7. Kerajinan, ukiran dan motif, adat istiadat dan Religi
8. Aceh Green Program directly supported by Aceh Governor
9. Post War/Conflict based tourism (Guerilla tourism). Pariwisata pasca gerilya GAM
10. Meningkatnya keinginan masyarakat Aceh melakukan Ibadah Haji sebagai bagian dari wisata religi
11. Penggabungan Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, sehingga menjadi focus pembangunan pariwisata dan kebudayaan melalui One Stop Service/Managemen.

Kelemahan (Weakness):
1. Kegiatan dan ragam usaha jasa pariwisata masih terbatas
2. Kondisi dan pengelolaan Daerah Tujuan Wisata (DTW) belum optimal
3. Belum ada Sarana transportasi internasional
4. Kualitas sarana pariwisata seperti hotel dan restoran belum memadai
5. Promosi terbatas dan Sarana dan Prasarana DTW kurang memadai
6. Perencanaan Sistem pariwisata dan DTW belum maksimal
7. Kesiapan masyarakat dan SDM
8. Minat Investasi dan kerusakan DTW pantai akibat bencana tsunami

Peluang (Opportunity):
1. Perhatian dan simpati masyarakat internasional terhadap Aceh pasca konflik dan bencana
2. Meningkatnya industri pariwisata internasional sebagai industri Non Migas dan ramah lingkungan (smokeless industry) dan Isu perubahan iklim (climate changes)
3. Kesadaran masyarakat internasional terhadap pengembangan pariwisata (back to nature)
4. Daya tarik wisata internasional ke Aceh pasca konflik dan tsunami sebagai wisata budaya, pendidikan, emosional dan agama.
5. Lokasi strategis Akses ke negara seperti Malaysia, Singapure, Thailand, India, dll.
6. Dikenal dunia Internasional
7. Sejarah Aceh dan hubungan sejarah internasional

Ancaman (threat):
1. Meningkatnya kerusakan DTW
2. Gencarnya pembangunan kawasan pariwisata internasional dan daerah-daerah unggulan lainnya seperti Bali, Lombok, Sumatera Utara, Singapura, Malaysia, Thailand, dll.
3. Isu keamanan global (terorisme) dan stabilitas politik dalam negeri dan luar negeri
4. Kebijakan Pemerintah Pusat dan organisasi-organisasi pariwisata internasional

Berdasarkan dari analisa SWOT dapat dirumuskan potensi dan hambatan sebagai berikut:

D. Potensi
a. Pembangunan pariwisata mempunyai pengaruh “multiplier effect” yang sangat besar pada sektor ekonomi dan Provinsi Aceh memiliki potensi pariwisata yang lengkap seperti alam, bahari, budaya, peninggalan sejarah dan wisata tsunami
b. Adanya berbagai daya tarik wisata.
c. Mudah diakses dari negara-negara tetangga, misalnya Malaysia, Singapura, Thailand, India.
d. Adanya pelabuhan udara dan laut.
e. Sudah dikenal dunia internasional.
f. Komitmen pemerintah membangun ekonomi Aceh melalui pariwisata daerah

E. Hambatan
a. Akibat konflik dan tsunami menyebabkan kerusakan DTW, sarana dan prasarana pariwisata khususnya di sekitar pantai barat Aceh dan kemunduran kreatifitas dan inovasi,
b. Pemahaman masyarakat yang rendah terhadap sektor pariwisata sebagai suatu aktifitas yang dianggap negatif dan merusak moral generasi muda.
c. Kualitas SDM yang belum memenuhi standar dalam usaha pelayanan dan pengelolaan pariwisata (perhotelan, biro perjalanan wisata dan pramuwisata).
d. Jaminan keamanan dan stabilitas politik yang belum relatif kondusif.
e. Investasi yang sangat besar dan waktu yang panjang untuk menjadi pariwisata sebagai sektor andalan.

E. Strategi
Dengan memperhatikan berbagai potensi dan kemungkinan hambatan yang ada, maka perlu dirumuskan strategi dan rencana kegiatan sebagai berikut.
a. Peningkatan rehabilitasi sarana dan prasarana pariwisata yang rusak akibat tsunami.
b. Peningkatan peran serta semua lapisan masyarakat dalam masyarakat ekonomi pariwisata.
c. Penetapan dan pengembangan kawasan wisata unggulan guna menjadi prime mover bagi wilayah wisata lainnya.
d. Peningkatan promosi wisata baik dalam/ luar negeri.
e. Meningkatkan pengetahuan pengelola wisata terhadap standar pelayanan dan pengelolaan DTW, Hotel, Biro Perjalanan dan Restoran.

F. Rencana Aksi
1. Mempercepat upaya-upaya perbaikan sarana dan prasarana pariwisata, potensi pariwisata seperti alam, bahari, budaya, peninggalan sejarah dan wisata tsunami.
Terjadinya tsunami pada akhir tahun 2004 menyebabkan sarana dan prasarana pariwisata, utamanya yang berlokasi dekat pantai mengalami kerusakan yang sangat parah dan praktis tidak dapat dimanfaatkan lagi. Kegiatan ini bertujuan agar pemerintah daerah menyediakan sarana dan prasarana dasar yang dibutuhkan oleh pelaku industri pariwisata serta menfasilitasi partisipasi sektor swasta (domestik dan asing) dalam mendorong percepatan pemulihan sarana dan prasarana sektor swasta. Disamping melaksanakan pembangunan infrastruktur dasar untuk lokasi-lokasi pariwisata (utamanya yang rusak karena tsunami), diharapkan pemerintah juga dapat menyediakan sejumlah insentif dan penyederhanaan birokrasi perizinan, sehinga investasi sektor swasta (domestik dan asing) dapat terjadi. Kegiatan ini direncanakan selama tahun 2008 – 2012.

2. Penyuluhan dan pembentukan kelompok-kelompok sadar wisata khususnya di sekitar obyek wisata.
Salah satu faktor yang mendukung pengembangan sektor pariwisata adalah keterlibatan masyarakat, khususnya yang bertempat tinggal di sekitar lokasi pariwisata.
Keterlibatan positif dari masyarakat sekitar lokasi akan membantu menciptakan memberikan persepsi yang baik bagi setiap pengunjung terhadap lokasi pariwisata tersebut. Untuk itu, kegiatan ini bertujuan melakukan penyadaran dan pembentukan kelompok-kelompok sadar wisata disetiap lokasi pariwisata di Provinsi NAD yang pada gilirannya nanti akan menjadi ujung tombak dalam pembentukan persepsi pengunjung. Kegiatan ini direncanakan selama tahun 2008 – 2012.

3. Meningkatkan promosi pariwisata baik di dalam maupun di luar negeri melalui pameran atau penulisan artikel tentang pariwisata Aceh.
Setelah terjadinya Tsunami dan tercapainya kesepakatan Helsinki, pada dasarnya Provinsi NAD memiliki modal dasar yang kuat dalam rangka promosi pariwisata yang dimilikinya. Jaminan keamanan yang menjadi faktor utama untuk terjadinya kunjungan pariwisata pada prinsipnya sudah dimiliki. Meskipun demikian, karena konflik yang berkepanjangan dimasa lalu, maka bisa dikatakan bahwa potensi pariwisata yang dimiliki Provinsi NAD tidak banyak diketahui oleh wisatawan domestik dan mancanegara. Untuk itu, kegiatan ini bertujuan mempromosikan berbagai potensi pariwisata yang dimiliki Provinsi NAD, dengan menggunakan berbagai macam media promosi, termasuk pameran dan penulisan artikel tentang pariwisata Provinsi NAD. Kegiatan ini direncanakan selama tahun 2008 – 2012.

4. Meningkatkan sumber daya manusia kepariwisataan khususnya bagi pengelola pariwisata seperti perhotelan, biro perjalanan dan pelatihan pramuwisata.
Faktor lain yang sangat menentukan pengembangan potensi pariwisata Provinsi NAD adalah kapasitas (jumlah dan keahlian) sumberdaya manusia yang terlibat di sektor pariwisata (hulu ke hilir). Sumberdaya manusia tidak hanya terfokus di sektor pemerintah saja, tetapi lebih penting lagi adalah sektor swasta, baik yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam pengembangan pariwisata Provinsi NAD. Untuk itu kegiatan ini bertujuan meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia sektor pemerintah dan sektor swasta dalam pengembangan pariwisata Provinsi NAD, baik melalui pelatihan, studi banding, dsb. Kegiatan ini direncanakan selama tahun 2008 – 2012.

5. Menetapkan dan mengembangkan kawasan wisata unggulan untuk menjadi primemover wisata

2 comments: